Senin, 28 Oktober 2013


Jong Java, Pergerakan Pemuda Tanah Jawa

            Jong Java (sebelum tahun 1918 bernama Tri Koro Dharmo)




Berbicara tentang perhimpunan pelajar yang pertama dan yang terbesar di tanah Jawa, adalah Jong Java ). Pada tahun 1915 pelajar STOVIA Satiman Wirjosandjojo mengam-bil inisiatif mendirikan perhimpunan untuk para pelajar pendidikan menengah dan lanjut. Mahasiswa kedokteran ini untuk pertama kali menjadi berita tahun 1912, ketika ia dengan keras memprotes peraturan tentang pakaian di sekolah kedokteran di Batavia. Para pelajar Jawa waktu itu diwajibkan mengenakan jarik (kain) dan udheng (ikat kepala). Di atas udheng itu dikena-kan topi berlambang kedokteran.

Suatu pemandangan yang menggelikan, karenanya calon-calon dokter yang biasanya berasal dari kalangan priyayi itu dicemoohkan orang sebagai "kondektur trem". Satiman berjuang agar para pelajar dapat mengenakan "pakaian bebas". Dalam praktek itu berarti hak untuk berpakaian sebagai orang Barat. Sesudah lama dipertim-bangkan, akhirnya direktur STOVIA memutuskan untuk meluluskan permohonan itu, terutama karena ternyata pakaian Barat agak lebih murah daripada pakaian Jawa. Dengan sendi-rinya waktu itulah kaum elit yang baru muncul dan berpendi-dikan baik itu di masa studi dan sesudahnya mulai membedakan diri secara lahiriah dari orang-orang setanah airnya dengan menggunakan gaya pakaian si penjajah. Para pelajar STOVIA itu adalah orang-orang yang sadar akan kelas dan statusnya, dan antara sesamanya mereka berbicara Belanda.Ini tidak berarti bahwa rnereka mencampakkan budaya Jawa. Satiman justru ingin menghidupkan kembali budaya itu.

Tang-gal 7 Maret 1915 bersama dengan Kadarman dan Soenardi ia mendirikan Tri Koro Dharmo (Tiga Tujuan Mulia) yang men­jadi pendahulu Jong Java. Yang menjadi anggota pertamanya adalah lima puluh pelajar STOVIA, Kweekschool (Sekolah Guru) Gunung Sari (Weltevreden), dan Koningin Wilhelmina School (KWS). Ketiga tujuan mulia itu adalah:"Mengadakan hubungan antara para pelajar Pribumi yang be-lajar di sekolah-sekolah tinggi dan menengah, dan juga di kursus-kursus pendidikan lanjut dan vak. Membangkitkan dan meningkatkan minat terhadap kesenian dan bahasa Nasional. Memajukan pengetahuan umum para anggota." (diambil dari JongJava's Jaar-boekje 1923: 115-16). Tujuan itu menyatukan dua prinsip dasar yang hidup di kalang-an pemuda itu. Yang pertama adalah perlunya edukasi, penge­tahuan, pendidikan. Ini berarti pertama-tama pengetahuan Barat yang merupakan prasyarat mutlak kemajuan masyarakat Jawa. Pengetahuan mengenai ilmu dan teknologi Barat, pengetahuan tentang bahasa-bahasa Eropa merupakan kunci kemajuan. Yang kedua adalah cinta kepada budaya Jawa.

Para pemuda priyayi itu menaruh hormat kepada tradisi Jawa, budaya nenek-moyang yang pernah menjadi penguasa-penguasa perkasa kerajaan Majapahit dan Mataram. Sebagaimana semua priyayi yang lain, mereka sadar sedang hidup di Jaman Edan (}a-man Gila), ketika kesenian Jawa tenggelam. Sebagaimana para anggota Comite voor het Javaans Nationalisme mereka menaruh minat yang besar terhadap budaya Jawa, mendambakan sekali pulihnya Jawa masa lalu. Ketua Satiman mengecam para pemu­da Jawa yang untuk memperoleh pendidikan lebih lanjut mere­ka pergi ke Eropa dan berusaha menjadi orang Barat. Budaya sendiri mereka buang dan lupakan. Satiman membayangkan keadaan budaya jawa itu sebagai tanah bera.



1915 - 1921
Pada saat didirikan, ketuanya adalah Dr. Satiman Wirjosandjojo, dengan wakil ketua Wongsonegoro, sekretaris Sutomo dan anggotanya MuslichMosodo dan Abdul Rahman.[2] Tri Koro Dharmo bertujuan untuk mempersatukan para pelajar pribumi, menyuburkan minat pada kesenian dan bahasa nasional serta memajukan pengetahuan umum untuk anggotanya. Hal ini dilakukan antara lain dengan menyelenggarakan berbagai pertemuan dan kursus, mendirikan lembaga yang memberi beasiswa, menyelenggarakan berbagai pertunjukan kesenian, serta menerbitkan majalah Tri Koro Dharmo.
TKD berubah menjadi Jong Java pada 12 Juni1918 dalam kongres I-nya yang diadakan di Solo,[2] yang dimaksudkan untuk bisa merangkul para pemuda dari SundaMadura dan Bali. Bahkan tiga tahun kemudian atau pada tahun 1921 terbersit ide untuk menggabungkan Jong Java dengan Jong Sumatranen Bond, namun upaya ini tidak berhasil.[3]
Oleh karena jumlah murid-murih Jawa merupakan anggota terbanyak, maka perkumpulan ini tetap bersifat Jawa dan terlihat dalam kongres II yang diadakan di Yogyakarta pada tahun 1919 yang dihadiri oleh sedikit anggota yang tidak berbahasa JawaNamun dalam kongres ini dibicarakan beberapa hal besar antara lain:
Pada pertengahan tahun 1920 diadakan kongres III di SoloJawa Tengah dan pada pertengahan tahun 1921 diadakan kongres ke-IV di BandungJawa Barat. Dalam kedua kongres tersebut, bertujuan untuk membangunkan cita-cita Jawa Raya. dan mengembangkan rasa persatuan di antara suku-suku bangsa di Indonesia.[3]

1921 - 1929

Dalam semua kongres yang pernah diadakan, perkumpulan ini tidak akan ikut serta dalam aksi politik, dimana hal ini ditegaskan dalam kongresnya yang ke-V, pada tahun 1922 di SoloJawa Tengah, bahwa perkumpulan ini tidak akan mencampuri politik ataupun aksi politik.[3]
Namun pada kenyataannya perkumpulan ini mendapatkan pengaruh politik yang cukup kuat yang datang dari Serikat Islam (SI) di bawah pimpinan Haji Agus Salim. Dalam kongresnya pada tahun 1924, pengaruh SI semangkin terasa sehingga mengakibatkan beberapa tokoh yang berpegang teguh pada asas agama Islam akhirnya keluar dari perkumpulan ini dan membentuk Jong Islamieten Bond (JIB).[3]
Pada tahun 1925 wawasan organisasi ini kian meluas, menyerap gagasan persatuan Indonesia dan pencapaian Indonesia merdeka. Pada tahun 1928, organisasi ini siap bergabung dengan organisasi kepemudaan lainnya dan ketuanya R. Koentjoro Poerbopranoto, menegaskan kepada anggota bahwa pembubaran Jong Java, semata-mata demi tanah air.[4] Oleh karena itu, maka terhitung sejak tanggal 27 Desember1929, Jong Javapun bergabung dengan Indonesia Moeda.


JONG JAVA
Nama baru Trikoro Darmo yang ditetapkan dalam kongres pertama di Solo tahun 1918 yang artinya Jawa Muda atau Pemuda Jawa. Perkumpulan pemuda pertama, didirikan pada tanggal 7 Maret 1915 di Jakarta. Pada awal berdirinya, organisasi ini masih dikenal dengan nama Tri Koro Dharmo (Tiga Tujuan Mulia), di bawah pimpinan dr. Satiman Wirjosandjojo. Maksud dibentuknya perkumpulan ini adalah sebagai tempat latihan untuk calon-calon pemimpin nasional yang memiliki rasa cinta tanah air yang tinggi. Anggotanya kebanyakan murid-murid sekolah menengah atas dari Jawa Tengah dan Jawa Timur. Pada tahun 1918, dalam kongres Tri Koro Dharmo yang pertama di Solo, diputuskan untuk mengganti nama Tri Koro Dharmo menjadi Jong Java, agar pemuda-pemuda dari Sunda dan Madura dapat menjadi anggotanya. Maksud perkumpulan Jong Java adalah membangun suatu persatuan Jawa Raya dengan cara mengadakan ikatan yang erat di antara murid-murid sekolah menengah bangsa Indonesia dan berusaha menambah kepandaian anggota-anggotanya untuk lebih menimbulkan rasa cinta akan kebudayaan sendiri.
Karena kebanyakan anggotanya suku bangsa Jawa, Jong Java masih tetap bersifat Jawa. Pada kongres luar biasa bulan Desember 1922, ditetapkan bahwa Jong Java tidak akan mencampuri aksi atas atau propaganda politik. Jong Java, yang beranggotakan sekitar 2.000 orang, pada kongresnya di akhir Desember 1924 mengalami gangguan, karena adanya usaha Sarekat Islam untuk mempengaruhi tujuan perkumpulan Jong Java. Gangguan pada kongres tersebut datang dari Ketua Pengurus Besar, Samsuridjal, pada saat berpidato didampingi oleh H.A. Salim. Ia menyatakan bahwa dasar Jong Java yang semata-mata nasionalistis itu telah menjauhkan pemuda terpelajar dari ajaran agama Islam.
Dalam kongres Jong Java tanggal 27-31 Desember 1926 di Solo, tujuan perkumpulan diubah menjadi berusaha "memajukan rasa persatuan para anggota dengan semua golongan bangsa Indonesia dan bekerja sama dengan perkumpulan-perkumpulan pemuda Indonesia lainnya agar ikut serta menyebarkan dan memperkuat paham Indonesia bersatu." Kongres ini dipimpin oleh ketua pengurus besar R.T. Djaksodipuro (yang kemudian berganti nama menjadi R.T. Wongsonegoro), yang juga menjadi anggota perkumpulan para mahasiswa PPPI (Perhimpunan Pelajar-pelajar Indonesia). Ia juga menjelaskan bahwa Jong Java sejak awalnya tidak hanya mencita-citakan Jawa Raya, tetapi bermaksud terus maju dan mencapai Indonesia merdeka.
Anggota Jong Java terbagi dalam dua golongan, yaitu: (1) anggota muda berumur di bawah 18 tahun, yang tidak boleh mencampuri urusan politik; (2) anggota berumur 18 tahun ke atas, secara sendiri-sendiri boleh ikut dalam gerakan politik, dalam hal ini dibantu dan dipimpin oleh "anggota luar biasa." Pada kongresnya tanggal 26-31 Desember 1927 di Semarang, pertanyaan mengenai fusi Jong Java dengan perkumpulan-perkumpulan pemuda lainnya mulai muncul. Dalam kongres Jong Java tanggal 25-31 Desember 1928 di Yogyakarta, prinsip untuk berfusi mendapat tanggapan dan perkumpulan mengeluarkan pernyataan bahwa sudah datang masanya untuk membuktikan dengan tindakan nyata, bahwa perkumpulan Jong Java dapat berkorban untuk menghadapi tawaran berfusi. Dalam kongres tanggal 23-29 Desember 1929 di Semarang, rancangan pendirian badan fusi baru diterima baik, dengan nama Indonesia Muda.
Dengan munculnya Indonesia Muda, Jong Java resmi dibubarkan, dan seluruh bagiannya, termasuk seluruh anggotanya yang berjumlah 25.000 orang, kemudian, studiefonds dan cabang-cabangnya, diserahkan kepada Komisi Besar Indonesia Muda. Ketua pengurus besar Jong Java berturut-turut adalah: Satiman Wirjosandjojo (19151917); Suhardi Ariotedjo (1917-1918); Sukiman Wirjosandjojo (1918-1919); Sutopo (1919-1920); Mukhtar Atmo Supardjojo (1921-1922); Ma'amun (1923); Samsuridjal (1923-1924); Sumarto Djojodihardjo (1925); Sunardi Djaksodipuro (1926); Gularso Astrohadikusumo (1927); Sarwono Prawirohardjo (1928); dan Kuntjoro Purbopranoto (1929).


1. Jong Indonesia
Perjuangan pemuda ditandai dengan berdirinya perkumpulan Budi Utomo tanggal 20 Mei 1908. Organisasi ini didirikan oleh pelajar STOVIA dibawah pimpinan R.Soetomo.(Sudiyo;2002:45).
Pada tanggal 7 Maret 1915 didalam gedung STOVIA, lahirlah organisasi muda yang bersifat kedaerahan bernama “Tri Koro Darmo” merupakan organisasi muda pertama, yang sesungguhnya Tri Koro Dharmo berarti tiga mulia, berlambangkan “keris” yang bertuliskan “Sakti, Budi, Bakti”, asas organisasi ini adalah:
  1. Menimbulkan pertalian antara murid-murid bumi putera pada sekolah-sekolah menengah, dan kursus perguruan menengah (ultgebreid) dan sekolah vak.
  2. Menambahkan pengetahuan umum bagi anggota-anggotanya.
  3. Membangkitkan dan mempertajam perasaan buat segala bahasa dan budaya Indonesia.(Sudiyo;2002:46).
Untuk sementara yang dapat diterima masuk menjadi anggota Tri Koro Dharmo adalah para pemuda yang berasal dari Jawa dan Madura. Tujuan organisasi ini sebenarnya untuk mencapai Jawa raya, dengan memperkokoh rasa persatuan antara pemuda Jawa, Sunda, Madura, dan Lombok. Namun, mengingat semakin banyak pemuda yang berminat masuk menjadi anggota, bahkan tidak saja pemuda dari Jawa dan Madura, melainkan juga dari berbagai pulau di Indonesia ini, maka akhirnya Tri Koro Dharmo membuka kesempatan pemuda-pemuda dari berbagai pulau. (Sudiyo;2002:46).
Dengan kesempatan yang diberikan oleh Tri Koro Dharmo tersebut, banyak pemuda dari Sumatera masuk menjadi anggota Tri Koro Dharmo. Pada tanggal 9 Desember 1917, lahirlah organisasi pemuda dari Sumatera bernama “Jong Sumateranen Bond”. Diantara pemuda-pemuda dari Sumatera tersebut, yang lebih dikenal selanjutnya adalah Moh Hatta dan Moh Yamin. Kedua pemuda ini akhirnya terpilih sebagai pemimpin dalam organisasi pemuda itu. (Sudiyo;2002:47).
                  Organisasi pemuda itu lebih menitik beratkan semangat kedaerahan. Hal ini untuk menunjukkan bahwa pergerakan untuk melawan penjajah tidak hanya dilakukan oleh pemuda Jawa saja, tetapi juga daerah-daerah lain ada rasa tidak senang terhadap pemerintah kolonial Belanda. Hanya dalam kesepakatan dan pengalaman dalam perjuangan, maka tidak lagi berjuang secara fisik, melainkan berjuang secara moral, jadi tidak ada perang fisik, melainkan berjuang melalui semangat persatuan dan kesatuan yang dapat dibina melalui pendidikan. Oleh karena itu, pemuda-pemuda harus sekolah untuk memperoleh kecerdasan dan menambah wawasan. (Sudiyo;2002:47).
                  Dengan berprinsip tersebut diatas, maka pada tanggal 12 Juni 1918, nama Tri Koro Dharmo, diubah namanya menjadi “Jong Java”. Selanjutnya diikuti pemuda-pemuda dari daerah lain, dengan mendirikan organisasi pemuda sesuai dengan asal nama daerahnya. Sehingga muncul organisasi: Jong Bataks Bond, Jong Celebes, Jong Minahasa, Jong Ambon, Sekar Rukun, Pemuda Kaum Betawi, Timoresche Jongeren Bond, dan lain-lain. (Sudiyo;2002:47).
                  Sampai dengan berlangsungnya kongres pemuda pertama pada tanggal 30 April-2 Mei 1926, semangat kedaerahan tersebut masih dipertahankan secara kuat. Dampak dalam kongres tersebut belum menghasilkan kebulatan pendapat, terutama masalah fusi (penggabungan) organisasi pemuda menjadi satu wadah dan masalah “bahasa persatuan”, juga langkah perjuangannya masih sangat hati-hati dn belum berani melangkah keperjuangan dalam bidang politik. (Sudiyo;2002:48).
                  Walaupun pada mulanya masih mempertahankan sifat kedaerahan, namun ternyata pandangan kedepan cukup luas. Para pemuda dari berbagai organisasi kedaerahan itu, mencoba untuk menggabungkan berbagai aspirasi dan pendapat, agar segala perbedaan suku, budaya, (adat), kepercayaan maupun agama tidak menjadi permasalahan, maka dibentuklah “Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia “ (PPPI) pada bulan September 1926 di Jakarta di bawah kepemimpinan Moh.Abdullah Sigit. Pemikiran yang timbul dari PPPI itu, berhasil mendirikan wadah pemuda dalam satu organisasi yaitu “Jong Indonesia”, terbentuk pada tanggal 20 Februari 1927 di Bandung, kemudian Jong Indonesia dalam kongresnya pada bulan Desember 1927 bersepakat mengubah nama organisasinya menjadi “Pemuda Indonesia”. (Sudiyo; 2002:48).
                  Salah satu wujud dari pertumbuhan modern Indonesia yakni organisasi kemerdekaan (Jong Indonesia) di mana para pemuda yang tergabung di dalamnya memandang perlu pembaharuan wawasan pada organisasi-organisasi kedaerahan. Mereka memandang perlu adanya organisasi pemuda lepas dari sifat kedaerahan dan mendasarkan diri pada sifat kebangsaan dengan kebangsaan sebagai dasar organisasi. Organisasi ini berada yang berumur 15 tahun keatas. Sebagian besar anggotanya berasal dari pelajar, pada tanggal 27 Februari di kota Bandung dibawa pimpinan Soekarno dan beranggotakan para pemuda yang berumur 15 tahun keatas. Sebagian besar anggotanya berasal dari pelajar-pelajar AMS dan mahasiswa RHS dan pelajar STOVIA.
                  Sesuai dengan sifat dan asal anggotanya, tujuan Jong Indonesia adalah memperluas ide kesatuan Nasional Indonesia “Sebagai realisasi tujuan itu, Jong Indonesia mendirikan organisasi perpaduan, mengadakan kerja sama dengan organisasi-organisasi pemuda, menyelenggarakan rapat, dan sebagainya.
                  Sebagai organisasi yang bersifat Nasional Jong Indonesia mempunyai anggota yang cukup besar dikalang Indonesia (Pemuda). Para penerus berhasil membentuk cabang-cabang yakni Yogyakarta, Solo, dan Jakarta. Organisasi ini merupakan organisasi pemuda yang sangat aktif mencapai cita-cita memiliki peran penting dan setelah sumpah pemuda organisasi ini tetap konsekuen melaksanakan keputusan kongres misalnya dengan adanya Fusi menjadi Indonesia Muda. (Sudiyo; 2002 ; 47).
2. Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia (PPPI)
Gerakan perhimpunan Indonesia di Indonesia di negeri Belanda berdasarkan “non cooperation” dan “self-help”, yang ada pada masa itu belum ada di indonesia. Pergerakan nasional yang ada di Indonesia, pertama kali adalah Budi Utomo dari tahun 1908-1926, belum bergerak langsung dalam bidang politik. Namun, ketika para mahasiswa Indonesia di negeri Belanda telah banyak menyelesaikan pendidikannya, maka banyak pula anggota-anggota Budi Utomo yang mendapat pengaruh politik dan ingin segera merubah cara perjuangannya. Hal ini dapat dimengerti, karena Dr. Soetomo yang termasuk pendiri Budi Utomo, pernah pula menjadi ketua P.I di negeri Belanda. Dengan demikian usaha untuk mengubah cara perjuangan itu, telah ada kontak dengan P.I. di negeri Belanda. (Sudiyo; 1989; 112)
Melalui majalah “Indonesia Merdeka” yang secara sembunyi-sembunyi dikirimkan ke Indonesia, jelas mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap pemikiran para tokoh pergerakan kemerdekaan Indonesia Pada tahun 1925, di Indonesia sudah banyak pelajar-pelajar yang duduk di sekolah lanjutan atas, bahkan di tingkat perguruan tinggi. Ini semua memudahkan cara untuk menebarluaskan cita-cita P.I. yang mengarah kepada cita-cita kemerdekaan (Sudiyo; 1989; 112)
Pada tahun 1925, di Indonesia telah didirikan perhimpunan pelajar-pelajar Indonesia (PPPI), tetapi peresmiannya baru tahun 1926. Anggota-anggotanya terdiri dari para pelajar-pelajar sekolah-sekolah tinggi yang ada di Jakarta dan di Bandung. Para tokoh PPPI antara lain ialah: Sugondo Djojopuspito, Sigit, Abdul Syukur, Sumito, Samijono, Wilopo, Moammad Yamin, A.K Gani, dan lain-lain. (Sudiyo; 1989; 113).
      PPPI juga dapat menampung berbagai pemuda yang telah mempunyai atau menjadi anggota perkumpulan pemuda yang bersifat kedaerahan. Pada masa ini cukup besar. Sebaliknya kehidupan persatuan Nasional semakin subur. Oleh karena itu, akan memudahkan untuk mencapai kesepakatan dalam menggalang persatuan Nasional. Inilah benih-benih terjadinya Ikrar pemuda (Sudiyo; 1989; 130)
      PPPI juga mempunyai hubungan dengan Perhimpunan Indonesia (PI) di negeri Belanda, meskipun secara organisasi PPPI tidak ada hubungan secara langsung namun PPPI banyak mendapat kiriman majalah Indonesia merdeka selundupan dari P.I. oleh karena itu, PPPI mengetahui persis segala sesuatu yang dilakukan PI dinegeri Belanda. Maka tidak aneh lagi, apabila PPPI berusaha keras untuk meneruskan cita-cita PI dengan pemberitahuan perkembangan perjuangan PI dalam forum Internasional. Cita-cita PI dan segala usahanya tersebut disebarkan dikalangan masyarakat Indonesia. Oleh PPPI juga merupakan pergerakan utama dalam penyelengaraan kongres pemuda II. PPPI itu memberi pengaruh besar sekali kepada pemuda-pemuda kebangsaan untuk merealisasi cita-cita persatuan yang sudah beberapa tahun lamanya yang menghinggapi hati sanubari mereka  (Sudiyo; 1989; 131)
         Untuk mempersiapkan pelaksanaan kongres Pemuda II, tidak cukup memakan waktu satu atau dua hari. Melainkan persiapannya memakan waktu cukup lama. Pokok persoalan yang dapat menjadi bahan bahasan ialah bagaimana caranya mendapatkan bentuk persatuan diantara pemuda-pemuda indonesia yang sudah lama di cita-citakan itu. Juga akan di bicarakan dalam kongres Pemuda II tersebut soal-soal pendidikan, pengajaran, kebudayaan, kepanduan, kewanitaan dan meyakinkan rasa kesadaran nasional dan persatuan Nasional, untuk mencapai cita-cita kemerdekaan Indonesia (Sudiyo; 1989; 131)
         Tentang berbentuk persatuan, PPPI mengusulkan agar semua perkumpulan pemuda besatu dalam satu perkumpulan yang merupakan badan “Fusi”. Usul PPPI ini sebenarnya merupakan ulangan dan usul PPPI yang di ajukan dalam kongres pemuda satu tahun 1926. Karena hal itu dianggap suatu hal yang penting, maka oleh PPPI di ajukan kembali. Sedangkan dari perkumpulan pemuda yang lain, yaitu Jong Java tersebut akan diberi nama”Pemuda Indonesia”. Kedua pendapat ini, sebenarnya telah dibahas dalam Kongres Pemuda I, tetapi belum mendapat keputusan dari Kongres tersebut. (Sudiyo; 1989; 132)
Namun, setelah terjadi suatu peristiwa yang mengakibatkan banyak korban jiwa maupun penangkapan secara besar-besaran dan ditahannya para tokoh pergerakan nasional, maka kebutuhan terbentuknya persatuan sangat mendesak. Peristiwa tersebut adalah pemberontakan PKI pada bulan November 1926 yang gagal. Kemudian, juga peristiwa berdirinya perserikatan Nasional Indonesia (PNI), pada tanggal 4 juli 1927, yang selanjutnya atas usaha Ir. Soekarno dan beberapa orang pendirinya maka “Perserikatan”   diganti menjadi “Partai”. Dengan demikian menjadi “Partai Nasional Indonesia” (disingkat PNI juga). Partai ini langsung bergerak dalam bidang politik dan berhaluan “non-cooperation” dan ‘self-help”,sebagaimana yang telah dilakukan oleh Perhimpunan Indonesia di negeri Belanda. PNI dengan tegas bertujuan untuk mencapai Indonesia merdeka) (Sudiyo; 1989; 132)
         Dari peristiwa-peristiwa tersebut diatas, maka usaha untuk pembentukan badan “Fusi” atau badan “Federasi” pemuda semakin dipercepat. Akhirnya secara praktis persiapan kongres Pemuda II telah terbentuk, sejak bulan Juni 1928. Semenjak terbentuknya pengurus Kongres itu, maka pengurus terus berusaha keras untuk terlaksananya Kongres Pemuda II. Hampir lima bulan lamanya, pengurus mempersiapkan kongres tersebut. Dari sejak acara pembukaan sampai dengan persidangan, telah disiapkan oleh panitia pengurus kongres. (Sudiyo; 1989; 133)
         Pada tanggal 28 oktober 1928, maka kongres Pemuda II mengambil keputusan yang dibacakan oleh ketua kongres(Sugono Djoko Puspito):
         Kerapatan pemuda-pemuda Indonesia yang diadakan oleh perkumpulan-perkumpulan pemuda yang berdasarkan kebangsaan dengan namanya: Jong Java, Jong Sumatranen Bond, Pemuda Indonesia, Sekar Rukun, Jong Islamieten Bond, Jong Celebes, Jong Ambon, Pemuda Kaum Betawi, dan PPPI membuka rapat pada tanggal 27 dan 28 Oktober 1928 di Jakarta. Sesudahnya menimbang segala isi pidato-pidato dan pembicaraan, maka kerapatan mengambil keputusan:
Pertama : Kami Putra dan Putri Indonesia mengaku bertumpah darah yang satu, tanah Indonesia
Kedua : Kami Putra dan Putri Indonesia mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia
Ketiga : Kami Putra dan Putri Indonesia menjunjung tinggi bahasa persatuan, bahasa Indonesia.
Setelah mendengar putusan ini, kerapatan mengeluarkan keyakinan asas ini wajib dipakai oleh segala perkumpulan-perkumpulan kebangsaan indonesia, mengeluarkan keyakinan persatuan indonesia diperkuat dengan memperhatikan dasar persatuannya: Kemauan, sejarah, hukum adat, pendidikan dan kepaduan. (Sudiyo; 1989; 146)
Keputusan tersebut, pada mulanya merupakan”IKRAR PEMUDA”, tetapi lama kelamaan terkenal dengan nama”SUMPAH PEMUDA”. (Sudiyo; 1989; 147)
B. Sumpah pemuda dan Pengaruhnya Bagi Pergerakan Nasional Lainnya
Kelahiran organisasi pergerakan kebangsaan pertama, walaupun dalam masa selanjutnya di ambil alih oleh golongan tua, telah mengilhami munculnya gerakan-gerakan pemuda lainnya di Indonesia untuk masa selanjutnya. Gerakan pemuda itu berkembang sedemikian rupa hingga mengarah pada suatu kesepakatan nasional dalam bentuk sumpah bersama untuk nusa dan bangsa, tanah air dan bahasanya yang sama yaitu Indonesia.
Selanjutnya Sumpah Pemuda 1928, di adakan lagi kongres pemuda di Yogyakarta pada tanggal 24-28 Desember 1928.
Sesungguhnya sewaktu Sumpah Pemuda disetujui pada tanggal 28 Oktober tahun 1928, organisasi-organisasi pemuda pendukung belum menyetujui di adakannya fusi antara organisasi pemuda tersebut seperti yang diusulkan PPPI karena mencapai kesatuan fikiran. (Sagimun;1998:74).
Yang ditunggu-tunggu oleh masyarakat pada waktu itu sudah barang tentu keputusan Jong Java  yang bulan Desember 1928 itu( Sesudah Kongres Pemuda II) akan mengadakan kongresnya yang akan memberi keputusan tentang fusi. Organisasi-organisasi lain menunggu dengan berdebar-debar keputusan kongres Jong Java pada waktu itu merupakan perkumpulan pemuda yang tertua dan yang terbesar dan memiliki organisasi yang rapi. Fusi perkumpulan-perkumpulan pemuda lainnya tanpa Jong Java akan kurang berarti. (Sagimun;1998:75)
Seperti di atas dikemukakan ide persatuan di kalangan Jong Java yang dahulu bernama Tri Koro Dharmo dalam arti persatuan antara pemuda-pemuda dari seluruh kepulauan telah lama ada bahkan sudah sejak didirikannya di tahun 1915. Ide persatuan ini lebih nyata dengan adanya putusan kongres Jong Java yang ke IV tahun 1921 di Bandung yang merubah pasal 3 anggaran dasar Jong Java demikian rupa sehingga keinginan bersatu dicantumkan dalamanggaran dasar. Setelah dirubah sesuai putusan kongres tersebut, pasal 3 berbunyi:
“ Jong Java bertujuan memepersiapkan anggota-anggotanya untuk membantu pembentukan Jawa raya dan untuk memupuk kesadaran bersatu Rakyat Indonesia sehubungan dengan maksud untuk mencapai Indonesia merdeka.” (Sagimun;1998:75).
Jong Java kemudian juga melihat didirikannya PPPI sebagai himpunan mahasiswa-mahasiswi Indonesia yang tidak lagi mengenal kesukuan atau kedaerahan. Proses dalam Jong java sendiri ditambah dengan pertumbuhan yang nyata dari ide persatuan nasional Indonesia telah mematangkan jiwa anggota-anggota Jong Java dari jiwa kesukuan menjadi jiwa nasional Indonesia. (Sagimun;1998:75)
Kongres menghasilkan suatu keputusan yang penting, yakni akan di adakannya fusi atau gabungan diantara organisasi-organisasi pemuda yang ada. Keputusan itu disetujui oleh Jong Java Jong Sumatra, dan Jong Celebes,. Untuk merealisasikan keputusan tersebut dibentuklah komisi yang kemudian di kenal dengan nama komisi besar Indonesia Muda.
Pada tanggal 23 april 1929 atas undangan pedoman Besar Jong Java wakil-wakil pemuda Indonesia, Pemuda Sumatra dan Jong Java mengadakan rapat yang pertama di gedung IC Kramat 106 Jakarta. Keputusan ialah bahwa mereka menginginkan segera didirikannya perkumpulan baru yang sejalan dengan kemauan persatuan Indonesia dan berdasarkan kebangsaan Indonesia dan juga segera membentuk komisi persiapan yaitu yang dinamakan Komisi Besar Indonesia Muda (KBIM). (Sagimun;1998:77).
Dalam kongresnya di Semarang dari tanggal 23-29 Desember 1929 Jong java membubarkan diri untuk meleburkan diri ke dalam perkumpulan Indonesia Muda. Keputusan berbunyi sebagai berikut:
Kerapatan Besar mengambil keputusandengan memperhatikan Statuten perkumpulan Jong Java dahulu bernama Tri Koro Dharmo, ialah:
Pertam  a : Sedjak dari saat ini perkoempoelan Jong Java daholoe bernama     Tri Koro Dharmo, tidak berdiri lagi.
Kedoe  a  : Sedjak dari saat ini segala tjabang perkoempoelan Jong Java, dahoeloe bernama tri Koro Dharmo, berdiri di bawah “pemandangan” Komisi Besar perkoempoelan Indonesia Moeda dan wadjib bersatoe didalam perkoempoelan ini. (Sagimun;1998:78).
Akhirnya pada tanggal 31 Desember 1930 dalam konfrensi di Solo di tetapkan berdirinya organisasi Indonesia Muda. Pada saat berdirinya organisasi itu telah memiliki 25 cabang dengan 2400 anggota (Sudiyo;2002:74).
Indonesia Muda telah berdiri, Indonesia Muda berdiri sebagai kenyataan cita-cita Sumpah Pemuda. Dan sesungguhnya, Indonesia Muda adalah penerus roh “Sumpah Pemuda”.(Sagimun;1998:84).
Sejak 1 Januari 1931 Indonesia Muda mulai bergerak dengan semangat kebangsaan yang menyala-nyala. Dimana-mana di seluruh Indonesia pendirian Indonesia Muda diterima dengan gembira. (Sagimun;1998:85).
Tujuan Indonesia Muda seperti di tetapkan dalam konsep adalah: Memperkuat rasa persatuan di kalangan pelajar-pelajar, membangunkan dan mempertahankan keinsyafan, di antaranya bahwa mereka adalah anak bangsa yang bertanah air satu agar tercapailah Indonesia Raya. (Sagimun;1998:85).
Untuk mencapai tujuan ini Indonesia Muda berusaha memajukan rasa saling menghargai dan memelihara persatuan di semua anak Indonesia, bekerja sama dengan lain-lain perkumpulan pemuda, mengadakan kursus-kursus untuk mempelajari bahasa persatuan dan memberantas buta huruf, memajukan olahraga dan sebagainya. (Sagimun;1998:85).
Mengenai organisasi-organisasi kepanduan yang semula merupakan bagian dari pada organisasi-organisasi pemuda-pemuda yang telah dilebur itu (JJP, INPO,PPS) perlu ditentukan bahwa organisasi –organisasi tersebut dilebur menjadi satu organisasi kepanduan yang besar dengan nama kepanduan Bangsa Indonesia (KBI) yang berhaluan kebangsaan seperti Indonesia Muda dan berkain leher merah-putih sebagai tanda di milikinya jiwa nasional. (Sagimun;1998:85).

Moh Sadiki Daeng Materu, 1985, Sejarah Pergerakan Nasional Bangsa Indonesia, Jakarta : Gunung                        Agung.
Sudiyo, 2002, Pergerakan Nasional Mencapai dan Mempertahankan kemerdekaan, Jakarta : Inti                   Idayu Pers.
     Sudiyo, 1989, Perhimpunan Indonesia Sampai dengan Sumpah Pemuda, Jakarta : Bina Aksara.
    Sudiyo, 2002, Pergerakan Nasional Mencapai dan Mempertahankan kemerdekaan, Jakarta : Rineka Cipta.
 Nugroho Notosantoso, 1991, Sejarah Nasioanal Indonesia, Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
 Drs.G. Moedjanto, M.A, 1980, Indonesia Abad ke-20, Yokyakarta : Kanisius Sagimun, m.D. 1948, Soempah Poemoeda, Jakarta : Balai Pustaka


  
http://id.wikipedia.org/wiki/Sumpah_Pemuda






1 komentar:

  1. terima kasih sudah mau merangkum ini. sangat menambah wawasan

    BalasHapus